Mataram
Kuno: Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra
Di Jawa
Tengah pada abad ke-8 M telah berdiri sebuah kerajaan, yakni Mataram. Mataram
yang bercorak Hindu-Buddha ini diperintah oleh dua dinasti (wangsa) yang
berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Ibukota Mataram adalah
Medang atau Medang Kamulan hingga tahun 925. Pada Prasasti Canggal terdapat
kata-kata “Medang i bhumi Mataram”. Namun, hingga sekarang letak pasti
ibukota ini belum diketahui.
Berdasarkan Prasasti Canggal diketahui, Mataram Kuno
mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Sanna kemudian digantikan oleh
keponakannya, Sanjaya. Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna
(Sanna tidak memiliki keturunan). Sanjaya memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat
hidup makmur, aman, dan tenteram. Hal ini terlihat dari Prasasti Canggal yang
menyebutkan bahwa tanah Jawa kaya akan padi dan emas. Selain pada Prasasti
Canggal, nama Sanjaya juga tercantum pada Prasasti Balitung.
Prasasti Canggal
Prasasti Canggal |
Prasasti
ini menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di desa
Kunjarakunja oleh Sanjaya. Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula
adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan
Sanna.
Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:
Bait 1 : Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung
Bait 2-6 : Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu
Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung
Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang. Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan.
Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:
Bait 1 : Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung
Bait 2-6 : Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu
Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung
Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang. Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan.
Setelah Sanjaya, Mataram diperintah oleh Panangkaran. Dari Prasasti Balitung
diketahui bahwa Panangkaran bergelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana
Raka i Panangkaran. Hal ini menunjukkan bahwa Rakai Panangkaran berasal
dari keluarga Sanjaya dan juga keluarga Syailendra. Sepeninggal Panangkaran,
Mataram Kuno terpecah menjadi dua, Mataram bercorak Hindu dan Mataram bercorak
Buddha. Wilayah Mataram-Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara, diperintah
oleh Dinasti Sanjaya dengan raja−rajanya seperti Panunggalan, Warak,
Garung, dan Pikatan. Sementara wilayah Mataram- Buddha meliputi
Jawa Tengah bagian selatan yang diperintah Dinasti Syailendra dengan rajanya
antara lain Raja Indra.
Perpecahan di Mataram ini tidak berlangsung lama. Pada tahun
850, Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya mengadakan perkawinan politik dengan Pramodhawardhani
dari keluarga Syailendra. Melalui perkawinan ini, Mataram dapat
dipersatukan kembali. Pada masa pemerintahan Pikatan−Pramodhawardani, wilayah
Mataram berkembang luas, meliputi Jawa Tengah dan Timur. Pikatan juga berhasil
mendirikan Candi Plaosan.
Sepeninggal Pikatan, Mataram diperintah oleh Dyah Balitung (898 −910 M). Setelah Balitung, pemerintahan dipegang berturut−turut oleh Daksa, Tulodong, dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara tahun 924−929 M. Ia kemudian digantikan oleh menantunya bernama Mpu Sindok.
Sepeninggal Pikatan, Mataram diperintah oleh Dyah Balitung (898 −910 M). Setelah Balitung, pemerintahan dipegang berturut−turut oleh Daksa, Tulodong, dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara tahun 924−929 M. Ia kemudian digantikan oleh menantunya bernama Mpu Sindok.
Pada masa pemerintahan Mpu Sindok inilah, pusat pemerintahan
Mataram dipindahkan ke Jawa Timur. Hal ini disebabkan semakin besarnya pengaruh
Sriwijaya yang diperintah oleh Balaputradewa. Selama abad ke−7 hingga ke−9
terjadi serangan−serangan dari Sriwijaya ke Mataram. Hal ini mengakibatkan
Mataram semakin terdesak ke timur. Selain itu, adanya bencana alam berupa
letusan Gunung Merapi merupakan salah satu penyebab kehancuran Mataram. Letusan
gunung ini diyakini oleh masyarakat Mataram sebagai tanda kehancuran dunia.
Oleh karena itu, mereka menganggap letak kerajaan di Jawa Tengah sudah tidak
layak dan harus dipindahkan
Candi Plaosan |
Dinasti
Syailendra yang bercorak Buddha berpusat di Jawa Tengah bagian selatan,
sedangkan Dinansti Sanjaya yang bercorak Hindu berpusat di Jawa Tengah bagian
utara. Perbedaan letak antara dua dinasti ini terlihat dari perbedaan
arsitektur candi-candi yang ada di Jawa Tengah bagian selatan dan utara. Berdasarkan
Prasasti Canggal (732 M) diketahui, raja pertama Mataram dari Dinasti Sanjaya
adalah Raka i Mataram Ratu Sanjaya yang memerintah di ibukota Medang Kamulan.
Berdasarkan isi Prasasti Mantyasih (Kedu) terdapat beberapa dari Wangsa Sanjaya
yang memerintah di kemudian hari.
Antara Wangsa Syailendra dengan Sanjaya terjadi persaingan,
namun kedua wangsa tersebut sempat menjalin hubungan baik. Pada abad ke-9
terjadi perkawinan antara Rakai Pikatan dari Sanjaya dengan Pramodawardhani
dari Syailendra. Perkawinan ini mendapat tentangan dari Balaputeradewa, adik
Pramodawardhani. Setelah bertikai dengan Pikatan dan kalah, Balaputeradewa
kemudian melarikan diri ke Sriwijaya, dan menjadi raja di sana, karena
Balaputeradewa mempunyai darah Sriwijaya dari ibunya, Dewi Tara, yang
merupakan keturunan Sriwijaya. Sedangkan Rakai Pikatan yang berhasil
menyingkirkan Balaputradewa mendirikan Candi Roro Jonggrang (Prambanan) yang
bercorak Siwa. Rakai Pikatan dan Pramodawardhani yang berbeda agama ini banyak
mendirikan bangunan yang bercorak Hindu maupun Buddha. Rakai Pikatan mendirikan
Candi Loro Jongrang, sedangkan Pramodarwadhani sangat memperhatikan Candi
Borobudur di Bumisambhara yang dibangun oleh ayahnya, yaitu Samaratungga pada
842 M.
Candi Prambanan / Loro Jonggrang
|
Susunan raja-raja yang memerintah di Mataram berdasarkan Prasasti Balitung
(Mantyasih) adalah: Rakai Mataram Ratu Sanjaya, Rakai Tejah Purnapana
Panangkaran, RakaI Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung Patapan, Rakai
Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watukumalang, Watukura Dyah Balitung Dharmodaya
Mahasambu, Daksa, Tulodhong, Wawa, dan Mpu Sindok.
Prasasti ini dibuat oleh Dyah Balitung yang memerintah dari
898 hingga 910. Setelah Mpu Sindok menjadi raja (929), pusat-pusat pemerintahan
Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pemindahan ini dikarenakan
pusat kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi. Mpu Sindok
kemudian mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana. Ia memerintah hingga
tahun 949. Pengganti Mpu Sindok yang terkenal adalah Dharmawangsa yang
memerintah 990−1016. Dharmawangsa pernah berusaha untuk mengalihkan pusat
perdagangan dari Sriwijaya pada 990, akan tetapi mengalami kegagalan karena
Sriwijaya gagal ditaklukkan.
Pada tahun 1016 Dharmawangsa dan keluarganya mengalami pralaya (kehancuran) akibat serangan dari Sriwijaya yang bekerja sama dengan kerajaan kecil di Jawa yang dipimpin Wurawari. Akibat serangan ini kerajaan Dharnawangsa mengalami kehancuran. Menantu Dharmawangsa yang bernama Airlangga kemudian membangun kembali kerajaan, dan pada tahun 1019 ia dinobatkan menjadi raja. Keberhasilan Airlangga membangun kerajaan diabadikan dalam karya sastra Mpu Kanwa yaitu Arjuna Wiwaha. Pada 1041 Airlangga membagi dua kerajaan menjadi Janggala dan Panjalu.
Pada tahun 1016 Dharmawangsa dan keluarganya mengalami pralaya (kehancuran) akibat serangan dari Sriwijaya yang bekerja sama dengan kerajaan kecil di Jawa yang dipimpin Wurawari. Akibat serangan ini kerajaan Dharnawangsa mengalami kehancuran. Menantu Dharmawangsa yang bernama Airlangga kemudian membangun kembali kerajaan, dan pada tahun 1019 ia dinobatkan menjadi raja. Keberhasilan Airlangga membangun kerajaan diabadikan dalam karya sastra Mpu Kanwa yaitu Arjuna Wiwaha. Pada 1041 Airlangga membagi dua kerajaan menjadi Janggala dan Panjalu.
Arca Airlangga
|
Kehidupan
Sosial dan Ekonomi Masyarakat Mataram Kuno
Kehidupan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawa
perubahan baru dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Struktur sosial dari masa Kutai hingga Majapahit mengalami perkembangan yang
ber-evolusi namun progresif. Dunia perekonomian pun mengalami perkembangan:
dari yang semula sistem barter hingga sistem nilai tukar uang.
Sumber−sumber berita Cina mengungkapkan keadaan masyarakat Mataram dari abad ke−7 sampai ke−10. Kegiatan perdagangan baik di dalam maupun luar negeri berlangsung ramai. Hal ini terbukti dari ditemukannya barang-barang keramik dari Vietnam dan Cina. Kenyataan ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasi Tang yang menceritakan kebesaran sebuah kerajaan dari Jawa, dalam hal ini Mataram.
Sumber−sumber berita Cina mengungkapkan keadaan masyarakat Mataram dari abad ke−7 sampai ke−10. Kegiatan perdagangan baik di dalam maupun luar negeri berlangsung ramai. Hal ini terbukti dari ditemukannya barang-barang keramik dari Vietnam dan Cina. Kenyataan ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasi Tang yang menceritakan kebesaran sebuah kerajaan dari Jawa, dalam hal ini Mataram.
Dari Prasasti Warudu Kidul diperoleh informasi adanya
sekumpulan orang asing yang berdiam di Mataram. Mereka mempunyai status yang
berbeda dengan penduduk pribumi. Mereka membayar pajak yang berbeda yang
tentunya lebih mahal daripada rakyat pribumi Mataram. Kemungkinan besar mereka
itu adalah para saudagar dari luar negeri. Namun, sumber−sumber lokal tidak
memperinci lebih lanjut tentang orang−orang asing ini. Kemungkinan besar mereka
adalah kaum migran dari Cina.
Dari berita Cina diketahui bahwa di ibukota kerajaan terdapat istana raja yang dikelilingi dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam istana, berdiam raja beserta keluarganya dan para abdi. Di luar istana (masih di dalam lingkungan dinding kota) terdapat kediaman para pejabat tinggi kerajaan termasuk putra mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam perkampungan khusus di mana para hamba dan budak yang dipekerjakan di istana juga tinggal sekitarnya. Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai sekarang masih bisa kita temukan di Yogyakarta dan Surakarta. Di luar tembok kota berdiam rakyat yang merupakan kelompok terbesar.
Kehidupan masyarakat Mataram umumnya bersifat agraris karena pusat Mataram terletak di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Di samping itu, penduduk di desa (disebut wanua) memelihara ternak seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik. Sebagai tenaga kerja, mereka juga berdagang dan menjadi pengrajin.
Dari berita Cina diketahui bahwa di ibukota kerajaan terdapat istana raja yang dikelilingi dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam istana, berdiam raja beserta keluarganya dan para abdi. Di luar istana (masih di dalam lingkungan dinding kota) terdapat kediaman para pejabat tinggi kerajaan termasuk putra mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam perkampungan khusus di mana para hamba dan budak yang dipekerjakan di istana juga tinggal sekitarnya. Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai sekarang masih bisa kita temukan di Yogyakarta dan Surakarta. Di luar tembok kota berdiam rakyat yang merupakan kelompok terbesar.
Kehidupan masyarakat Mataram umumnya bersifat agraris karena pusat Mataram terletak di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Di samping itu, penduduk di desa (disebut wanua) memelihara ternak seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik. Sebagai tenaga kerja, mereka juga berdagang dan menjadi pengrajin.
Dari Prasasti Purworejo (900 M) diperoleh informasi tentang
kegiatan perdagangan. Kegiatan di pasar ini tidak diadakan setiap hari
melainkan bergilir, berdasarkan pada hari pasaran menurut kalender Jawa Kuno.
Pada hari Kliwon, pasar diadakan di pusat kota. Pada hari Manis atau
Legi, pasar diadakan di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing),
pasar diadakan di desa sebelah selatan. Pada hari Pon, pasar diadakan di
desa sebelah barat. Pada hari Wage, pasar diadakan di desa sebelah utara.
Pada hari pasaran ini, desa−desa yang menjadi pusat perdagangan, ramai didatangi pembeli dan penjual dari desa−desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara, melalui transportasi darat maupun sungai sambil membawa barang dagangannya seperti beras, buah−buahan, dan ternak untuk dibarter dengan kebutuhan yang lain.
Selain pertanian, industri rumah tangga juga sudah berkembang. Beberapa hasil industri ini antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat diperoleh di pasar−pasar tadi.
Sementara itu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer atau kerabat istana) kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi hak memiliki tanah untuk dikelola. Biasanya tempat itu adalah hutan yang kemudian dibuka menjadi pemukiman baru. Orang yang diberi tanah baru itu diangkat menjadi penguasa tempat yang baru dihadiahkan kepadanya. Ia bisa saja menjadi akuwu (kepala desa), senopati, atau adipati atau menteri. Bisa pula sebuah wilayah dihadiahkan kepada kaum brahmana atau rahib untuk dijadikan asrama sebagai tempat tinggal mereka, dan di sekitar asrama tersebut biasanya didirikan candi atau wihara.
Pada hari pasaran ini, desa−desa yang menjadi pusat perdagangan, ramai didatangi pembeli dan penjual dari desa−desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara, melalui transportasi darat maupun sungai sambil membawa barang dagangannya seperti beras, buah−buahan, dan ternak untuk dibarter dengan kebutuhan yang lain.
Selain pertanian, industri rumah tangga juga sudah berkembang. Beberapa hasil industri ini antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat diperoleh di pasar−pasar tadi.
Sementara itu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer atau kerabat istana) kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi hak memiliki tanah untuk dikelola. Biasanya tempat itu adalah hutan yang kemudian dibuka menjadi pemukiman baru. Orang yang diberi tanah baru itu diangkat menjadi penguasa tempat yang baru dihadiahkan kepadanya. Ia bisa saja menjadi akuwu (kepala desa), senopati, atau adipati atau menteri. Bisa pula sebuah wilayah dihadiahkan kepada kaum brahmana atau rahib untuk dijadikan asrama sebagai tempat tinggal mereka, dan di sekitar asrama tersebut biasanya didirikan candi atau wihara.